Minggu, 02 November 2014

SEJARAH SYI'AH

                            SEJARAH SINGKAT TENTANG SYI'AH



   Ada yang mengangap Syi'ah lahir pada masa akhir kekhalifaan usman bin affan ra{ راضي الله عنه } atau pada masaawal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra.
   Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifa Usman bin Affan ra,yang berakhir dengan kesyahidan usman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia di baiat sebagai khalifah.
   Tampak nya pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi'ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah ali dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan ra di Siffin yang lazim disebut sebagai peristiwa at-tahkim (arbitrasi).
   Akibat kegagalan itu,sejumlah pasukan ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ali bin abi thalib. Mereka inilah yang disebut sebagai golongan Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib         (SejarahSingkatSyiah).
   Sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah di sebut Syi'ah Ali (pengikut ali)

   Istilah Syi'ah  pada era kekhalifaan ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan politik.
   Syi'ah Ali yang muncul pertama kali pada era kekhalifaan Ali bin Abi Thalib ra,bisa disebut sebagai pengikut setia khalifah yang sah pada saat itumelawan pihak mua'wiyah dan hanya bersifat kultural, bukan bercorak akidah seperti yang dikenal pada masasesudahnya hingga sekarang.
   Sebab kelompok setia syi'ah Ali yang terdiri sebagian sahabat Rasulullah dan sebagian besar tabi'in pada saat itu tidak ada yang berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib ra lebih utama dan lebih berhak atas kekhalifaan setelah Rasul dari pada Abu Bakar ra dan Umar bin al-Khattab ra.
   Bahkan Ali bin Abi Thalib ra sendiri, saat menjadi khalifah menegaskan dari atas mimbar masjid kufah ketika berkhutbah bahwa "Sebaik-baik umat islam setelah Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar dan Umar.
   Demikian pula jawaban beliau ketika ditanya oleh putranya yaitu Muhammad ibn Al-Hanafiah seperti diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam Shahihnya ( hadits no.3671).

    Menurut Murtadha Mutahhari--Ulama Syi'ah - '' Ali bin Abi Thalib adlah sahabat nabi seperti juga Abu Bakar , Umar bin Khattab , Usman bin Affan dan lainya.
    Tetapi Ali lebih berhak, lebih terdidik, lebih shaleh dan lebih berkemampuan ketimbang para sahabat lainya, dan bahwa nabi sudah merencanakan sebagai pengganti beliau.
    Kaum Syi'ah  menyakini Ali dan keturunannya sebagai imam yang berhak atas kepemimpinan politis dan otoritas keagamaan.
     Dengan kata lain, mereka menyakini bahwa yang berhak atas otoritas spiritual dan politis dalam komunitas Islam pasca Nabi adalah Ali beserta keturunannya.
     Sedangkan menurut Thabathabai, Syi'ah muncul karena kritik dan protes terhadap dua masalah dasar dalam Islam, yaitu berkenaan dengan pemerintahan Islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan yang menurut Syi'ah menjadi hak menjadi hak istimewa ahl al-bait.
    
      Kendatipun persoalan imamah menjadi pokok keimanan Syi'ah, tetapi ternyata telah terjadi perbedaan dan perselisihan di kalangan firqah-firqah Syi'ah, terutama pada penentuan siapakah yang menjadi "imam' . Al-Hasan bin Musa an-Naubakhti, Ulama Syi'ah yang hidup pada pertengahan abad ke 3 H hingga awal 4 H, dalam kitab Firaq as-Syi'ah (hal.19-109) telah menjelaskan perbedaan-perbedaan itu dalam beberapa bentangan periodik. Diantaranya, setelah Ali bin Abi Thalib wafat, menurut an-Naubakhti, Syi'ah terpecah menjadi 3 golongan :

       Pertama kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati, sehingga ia berhasil menegakkan keadilan di dunia. Inilah kelompok ekstrim (ghuluw) pertama. Kelompok ini disebut Syi'ah as-Saba'iyah yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba'. Mereka adalah kelompok yang terang-terangan mencaci serta berlepas diri ( bara'ah ) dari Abu Bakar, Umar dan Utsman serta para sahabat Rasulullah. Mereka mengaku Ali-lah yang menyuruh mereka untuk melakukan hal ini.   
      Ketika di panggil oleh Ali, mereka mengakui perbuatannya. Hampir saja Ali memvonis mati terhadap Abdullah bin Saba', Tetapi beberapa pertimbangan orang, sehingga Ali hanya mengusir Abdullah bin Saba' ke al-Madain.
       Menurut an-Naubakhti, Abdullah bin Saba' asalnya beragama Yahudi. Ketika masuk Islam, ia mendukung Ali.
        Dialah orang yang pertama terang-terangan mengisukan kewajiban imamahnya Ali serta berlepas diri ( bara'ah ) dari musuh-musuhnya. Dijelaskan pula, bahwa ketika Abdullah bin Saba' masih beragama Yahudi pernah mempopulerkan pendapat bahwa Yusa bin Nun adalah pelanjut Nabi Musa. Maka ketika masuk Islam , ia pun berpendapat bahwa Ali adalah pelanjut Nabi Muhammad SAW. Faktor inilah yang membuat orang menuduh bahwa sumber ajaran Syi'ah berasal dari Yahudi.
        Penjelasan an-Naubakhti ini sekaligus merupakan jawaban terhadap kalangan Syi'ah serta pendukungnya yang mengklaim bahwa Abdullah bin Saba' hanya tokoh fiktif, ciptaan kalangan Ahlussunnah, yang sumber utamanya dari at-Thabary melalui satu-satunya jalur Saif bin Umar-Tamimy yang dinilai dha'if.

        Kedua kelompok yang berpendapat, imam pengganti sesudah Ali bin Abi Thalib wafat adalah puteranya yaitu Muhammad bin al-Hanafiah, karena dia yang dipercaya membawa panji ayahnya, Ali, dalam peperangan di Bashrah, mereka mengkafirkan Ahlu Siffin, Ahlu Jamalm Kelompok ini disebut dengan al-Kaisaniyyah.
        
        Ketiga kelompok ini berkeyakinan bahwa setelah Ali bin Abi Thalib wafat, imam sesudahnya adalah  Al-Hasan.
        Ketika Al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Mua'wiyah bin Abi Sufyan, mereka mereka memindahkan imamah kepada al-Husen, sebagian mereka mencela al-Hasan, bahkan al-Jarrah bin Sinan al-Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik.
        Tetapi sebagian Syi'ah berpendapat bahwa sesudah wafat al-Hasan, maka yang menjadi imam adalah puteranya yaitu al-Hasan bin al-Hasan yang bergelar ar-Ridha dari keluarga Nabi Muhammad SAW. menurut al-Isfahani, dia bersama Ali bin al-Hasan Zainal Abidin serta Umar bin al-Hasan dan Zaid bin al-Hasan adalah cucu dari Ali bin Abi Thalib yang menyertai al-Husain dalam peristiwa Karbala dan selamat dari pembunuhan.
         Fakta historis ini sekaligus membantah informasi yang menyebutkan bahwa satu-satunya keturunan laki laki Rasulullah SAW atau keturunan laki laki Ali bin Abi Thalib yang selamat dari pembantaian Karbala hanyalah Ali bin al-Husain Zainal Abidin saja.
         Fakta historis tentang adanya perbedaan pendapat bahkan perselisihan internal Syi'ah pada setiap level imam ini, selain disebutkan oleh kalangan Syi'ah sendiri (an-Naubakhti) juga disebutkan oleh Fakhruddin Ar-Razi. Beliau menulis," Ketahuilah bahwa adanya perbedaan yang sangat besar seperti disebut di atas, merupakan satu bukti konkret tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah tentang Imam yang Duabelas seperti yang mereka klaim itu".
      


    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar